Kamis, 30 Januari 2014

kasus tenaga kerja dan hukumnya


Contoh Kasus

PT Livatech Hengkang
* Nasib 1300 Karyawan Terkatung-katung
* Disnaker Minta Imigrasi Cekal Goh Singhing
Batam, Tribun- Lagi-lagi nasib pekerja di Batam terkatung-katung karena ditinggal kabur pemilik industri. Kali ini nasib kurang beruntung itu menimpah 1300 karyawan permanen PT Livatech Elektronik Indonesia yang beroperasi di Kara Industrial Estate Lot A-8 No 72-80 Batam Centre.
Sudah dua pekan terakhir, managemen perusahaan PMA (penanaman modal asing) itu tidak menampakkan batang hidungnya di tempat kerja. Alhasil, para karyawan pun resah dan bertanya-tanya kejelasan nasib mereka.
Terlebih lagi, satu minggu terakhir ini sebagian karyawan tidak lagi bisa bekerja karena tidak adanya koordinasi dari managemen. Tanda-tanda hengkangnya PMA jelas terlihat pada Minggu (4/1) pagi sekitar pukul 06.45, managemen berusaha mengeluarkan beberapa mesin produksi dari pabrik.
Untungnya, upaya managemen itu bisa digagalkan para karyawan yang sudah seminggu terakhir ini terus berjaga-jaga di industri tersebut. Sampai kemarin, Senin (5/2), masih terlihat ratusan karyawan PT Livatech berjaga-jaga.
Mereka terdiri dari laki-laki dan perempuan yang berseragam kerja berwarna biru lengkap dengan badge nama. Mereka hanya duduk-duduk santai di depan kantor managemen. Pagar industri pembuatan komponen elektronik itu pun, tampak tertutup rapat.
Beberapa orang security yang berada di pos keamanan di dalam pagar, terlihat menjaga ketat pintu masuk. Selain karyawan, tak seorang pun diperbolehkan memasuki areal industri tersebut, termasuk para wartawan.
Menurut Ketua PUK Livantech Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) Batam, Jhon Mauritz Silaban, aksi para karyawan tersebut semata-mata untuk menjaga aset perusahaan agar tidak dibawa kabur si pemilik usaha.
Dikatakan, ada tiga orang warga negara Malaysia yang selama ini mengaku sebagai pemilik dan menjalankan perusahaan yakni Goh Singhing alias Jackson Goh, Danny Soh, dan Teo Lai Ng. “Sementara ini informasi yang kami dengar mereka berada di Singapura dan Malaysia,”kata Jhon yang ditemui Tribun di areal parkir PT Livatech, yang letaknya di luar pagar pabrik, Senin (5/2).
Menurutnya, sudah dua bulan terakhir ini kondisi perusahaan memang mengalami penurunan order yang sangat drastis. Sehingga memaksa mereka merumahkan 190 karyawan tetap. Walaupun demikian, komunikasi tetap berjalan baik antara perusahaan dengan karyawan. Managemen selalu menginformasikan kondisi perusahaan dari waktu ke waktu. Sayangnya, hal itu terhenti sejak dua pekan lalu, sehingga membuat para karyawan resah.
“Kalau memang perusahaan mau tutup bilang saja, kami terima asalkan diselesaikan sesuai aturan terutama pesangon bagi kami-kami ini. Tapi kalau memang perusahaan mau lanjut, kami sangat senang,”kata Jhon yang juga didampingi pengurus SPMI PUK Livatech lainnya.
Saat ini, tidak semua karyawan tidak bekerja. Beberapa bagian masih tetap memproduksi barang beberapa kommponen elektronik. Namun, mereka resah dan takut gaji bulan Februari ini tidak bisa dibayar perusahaan. Mereka tarakhir menerima gaji pada 10 Januari lalu. (nix)












PEMBAHASAN
Berdasarkan contoh kasus diatas maka dapat dikaitkan dengan undang undang tenaga kerja :
1
BAB XI
HUBUNGAN INDUSTRIAL
Bagian Kedelapan
Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Paragraf 3
Penutupan Perusahaan (lock-out)

Pasal 146
(1) Penutupan perusahaan (lock-out) merupakan hak dasar pengusaha untuk menolak pekerja/buruh sebagaian atau seluruhnya untuk menjalankan pekerjaan sebagai akibat gagalnya perundingan.
(2) Pengusaha tidak dibenarkan melakukan penutupan perusahaan (lock-out) sebagai tindakan balasan sehubungan adanya tuntutan normatif dari pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh.
(3) Tindakan penutupan perusahaan (lock-out) harus dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Pasal 147
Penutupan perusahaan (lock out) dilarang dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau jenis kegiatan yang membahayakan keselamatan jiwa manusia, meliputi rumah sakit, pelayanan jaringan air bersih, pusat pengendali telekomunikasi, pusat penyedia tenaga listrik, pengolahan minyak dan gas bumi serta kereta api.


Pasal 148
(1) Pengusaha wajib memberitahukan secara tertulis kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh, serta insntansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum penutupan perusahaan (lock out) dilaksanakan.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat
a. waktu (hari, tanggal dan jam) dimulai dan diakhiri penutupan perusahaan (lock aut); dan
b. alasan dan sebab-sebab melakukan penutupan perusahaan (lock aut).
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh pengusaha dan/atau pimpinan perusahaan yang bersangkutan.
Pasal 149
(1) Pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dan instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang menerima secara langsung surat pemberitahuan penutupan perusahaan (lock out) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 harus memberikan tanda bukti penerimaan dengan mencantumkan hari, tanggal dan jam penerimaan.
(2) Sebelum dan selama penutupan perusahaan (lock aut) berlansung, instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan berwenang langsung menyelesaikan masalah yang menyebabkan timbulnya penutupan perusahaan (lock aut) dengan mempertemukan dan merundingkan dengan para pihak yang berselisih.
(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) menghasilkan kesepakatan, maka harus dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh pihak dan pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi.
(4) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak menghasilkan kesepakatan, maka pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan segera menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya penutupan perusahaan (lock out) kepada lembaga menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
(5) Apabila perundingan tidak menghasilkan kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat empat (4), maka atas dasar perundingan antara pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh, penutupan perusahaan (lock aut) dapat diteruskan atau dihentikan untuk sementara atau dihentikan sama sekali.
(6) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (1) dan ayat (2) tidak diperlukan apabila ;
a. pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh melanggar prosedur mogok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140;
b. pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh melanggar ketentuan normataif yang ditentukan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2
BAB XII
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Pasal 164
(1) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur), dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(2) Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.
(3) Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan efesiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2 (dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).

Pasal 165
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan pailit, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
3
BAB XII
PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA
Pasal 156
(1) Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.
(2) Perhitungan uanga pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit sebagai berikut  :
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang darai 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
(3) Perhitungan uanga penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah.
(4) Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
c. pengganti perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
4
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Pertama
Ketentuan Pidana

Pasal 188
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2),Pasal 38 ayat (2), Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111 ayat (3), Pasal 114, dan Pasal 148, dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran

Pasal 189
Sanksi pidana penjara, kurungan, dan/atau denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha membayar hak-hak dan/atau ganti kerugian kepada tenaga kerja atau pekerja/buruh.




Kesimpulan    :
Berdasarkan pembahasan contoh kasus dan undang-undang tenaga kerja yang telah dicantumkan di atas. Maka perusahaan Livatech Elektronik Indonesia dianggap telah melanggar beberapa undang-undang tenaga kerja Indonesia no 13 tahun 2003.
Pelanggaran pertama adalah mengenai pasal penutupan perusahaan. Sesuai dengan pasal 148 seharusnya pihak perusahaan memperbincangkan mengenai keadaan keuangan perusahaan. Pihak perusahaan harus secara terbuka menyampaikan bagaimana keadaan perusahaan. Apakah masih dalam keadaan menguntungkan atau mengalami kerugian / bangkrut. Dimana penyampaian tersebut harus dilakukan minimal tujuh hari sebelum dilakukannya penutupan melalui tertulis kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/serikat buruh, serta insntansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang berisi waktu (hari, tanggal dan jam) dimulai dan diakhiri penutupan perusahaan (lock aut) dan alasan serta sebab-sebab melakukan penutupan perusahaan (lock aut). Dan pemberitahuan juga ditandatangani oleh pengusaha dan/atau pimpinan perusahaan yang bersangkutan serta diterima pihak karyawan dengan tanda terima yang berisi waktu ( hari, tanggal, dan jam ) penerimaan.
Dalam proses penutupan perusahaan juga dicantumkan dalam pasal 164 bahwa perusahaan dapat ditutup karena merugi minimal selama dua tahun dan kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud tersebut harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.
Selain melakukan pemberitahuan kepada pihak karyawan. Sebelum perusahaan ditutup, pihak perusahaan harus terlebih dahulu melakukan perundingan dengan pihak karyawan secara terbuka. Dimana dalam hal ini pihak perusahaan Livatech Elektronik Indonesia tidak melakukan proses sesuai undang-undang yang mengatur mengenai hal tersebut.
Apabila perundingan telah mencapai kesepakatan kedua belah pihak maka terdapat kewajiban yang harus dipenuhi pihak perusahaan terhadap karyawan yang akan dirumahkan atau dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) yang tercantum pada pasal 165 yang memuat mengenai dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Dan pihak perusahaan wajib memberikan imbalan gaji pada karyawan yang meliputi satu kali  uang pesangon, satu kali uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak. Pemberian imbalan tersebut disesuaikan dengan gaji bulanan dan tunjangan setiap bulan karyawan dan masa kerja. Mengenai penghitungan hak karyawan dalam memperoleh tunjangan PHK ( Pemutusan Hubungan Kerja) ini tercantum pada pasal 156 ayat (1) satu, (2) dua dan (3) tiga.
Pihak perusahaan juga dapat dijatuhan sanksi pidana apabila tidak memenuhi ketentuan pasal 148, yakni dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Hal ini telah ditentukan pada pasal 188.



















TUGAS AKHIR
MATA KULIAH
UNDANG-UNDANG TENAGA KERJA

Disusun Oleh
Nama                             : Irawati Damanik
NPM                    : 10900039



                 simbol UHN



FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
MEDAN
2013 / 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar