Contoh
Kasus
PT
Livatech Hengkang
*
Nasib 1300 Karyawan Terkatung-katung
*
Disnaker Minta Imigrasi Cekal Goh Singhing
Batam,
Tribun- Lagi-lagi nasib pekerja di Batam terkatung-katung karena ditinggal
kabur pemilik industri. Kali ini nasib kurang beruntung itu menimpah 1300
karyawan permanen PT Livatech Elektronik Indonesia yang beroperasi di Kara
Industrial Estate Lot A-8 No 72-80 Batam Centre.
Sudah
dua pekan terakhir, managemen perusahaan PMA (penanaman modal asing) itu tidak
menampakkan batang hidungnya di tempat kerja. Alhasil, para karyawan pun resah
dan bertanya-tanya kejelasan nasib mereka.
Terlebih
lagi, satu minggu terakhir ini sebagian karyawan tidak lagi bisa bekerja karena
tidak adanya koordinasi dari managemen. Tanda-tanda hengkangnya PMA jelas
terlihat pada Minggu (4/1) pagi sekitar pukul 06.45, managemen berusaha
mengeluarkan beberapa mesin produksi dari pabrik.
Untungnya,
upaya managemen itu bisa digagalkan para karyawan yang sudah seminggu terakhir
ini terus berjaga-jaga di industri tersebut. Sampai kemarin, Senin (5/2), masih
terlihat ratusan karyawan PT Livatech berjaga-jaga.
Mereka
terdiri dari laki-laki dan perempuan yang berseragam kerja berwarna biru
lengkap dengan badge nama. Mereka hanya duduk-duduk santai di depan kantor managemen.
Pagar industri pembuatan komponen elektronik itu pun, tampak tertutup rapat.
Beberapa
orang security yang berada di pos keamanan di dalam pagar, terlihat menjaga
ketat pintu masuk. Selain karyawan, tak seorang pun diperbolehkan memasuki
areal industri tersebut, termasuk para wartawan.
Menurut
Ketua PUK Livantech Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) Batam, Jhon Mauritz
Silaban, aksi para karyawan tersebut semata-mata untuk menjaga aset perusahaan
agar tidak dibawa kabur si pemilik usaha.
Dikatakan,
ada tiga orang warga negara Malaysia yang selama ini mengaku sebagai pemilik
dan menjalankan perusahaan yakni Goh Singhing alias Jackson Goh, Danny Soh, dan
Teo Lai Ng. “Sementara ini informasi yang kami dengar mereka berada di
Singapura dan Malaysia,”kata Jhon yang ditemui Tribun di areal parkir PT
Livatech, yang letaknya di luar pagar pabrik, Senin (5/2).
Menurutnya,
sudah dua bulan terakhir ini kondisi perusahaan memang mengalami penurunan
order yang sangat drastis. Sehingga memaksa mereka merumahkan 190 karyawan
tetap. Walaupun demikian, komunikasi tetap berjalan baik antara perusahaan
dengan karyawan. Managemen selalu menginformasikan kondisi perusahaan dari
waktu ke waktu. Sayangnya, hal itu terhenti sejak dua pekan lalu, sehingga
membuat para karyawan resah.
“Kalau
memang perusahaan mau tutup bilang saja, kami terima asalkan diselesaikan
sesuai aturan terutama pesangon bagi kami-kami ini. Tapi kalau memang
perusahaan mau lanjut, kami sangat senang,”kata Jhon yang juga didampingi
pengurus SPMI PUK Livatech lainnya.
Saat
ini, tidak semua karyawan tidak bekerja. Beberapa bagian masih tetap
memproduksi barang beberapa kommponen elektronik. Namun, mereka resah dan takut
gaji bulan Februari ini tidak bisa dibayar perusahaan. Mereka tarakhir menerima
gaji pada 10 Januari lalu. (nix)
PEMBAHASAN
Berdasarkan contoh kasus diatas maka dapat dikaitkan
dengan undang undang tenaga kerja :
1
BAB
XI
HUBUNGAN
INDUSTRIAL
Bagian
Kedelapan
Lembaga
Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Paragraf
3
Penutupan
Perusahaan (lock-out)
Pasal
146
(1)
Penutupan perusahaan (lock-out) merupakan hak dasar pengusaha untuk menolak pekerja/buruh
sebagaian atau seluruhnya untuk menjalankan pekerjaan sebagai akibat gagalnya
perundingan.
(2)
Pengusaha tidak dibenarkan melakukan penutupan perusahaan (lock-out) sebagai tindakan
balasan sehubungan adanya tuntutan normatif dari pekerja/buruh dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh.
(3)
Tindakan penutupan perusahaan (lock-out) harus dilakukan sesuai dengan ketentuan
hukum yang berlaku.
Pasal
147
Penutupan
perusahaan (lock out) dilarang dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang melayani
kepentingan umum dan/atau jenis kegiatan yang membahayakan keselamatan jiwa
manusia, meliputi rumah sakit, pelayanan jaringan air bersih, pusat pengendali telekomunikasi,
pusat penyedia tenaga listrik, pengolahan minyak dan gas bumi serta kereta api.
Pasal 148
(1)
Pengusaha wajib memberitahukan secara tertulis kepada pekerja/buruh dan/atau serikat
pekerja/serikat buruh, serta insntansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
setempat sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum penutupan perusahaan
(lock out) dilaksanakan.
(2)
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat
a.
waktu (hari, tanggal dan jam) dimulai dan diakhiri penutupan perusahaan (lock
aut); dan
b.
alasan dan sebab-sebab melakukan penutupan perusahaan (lock aut).
(3)
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditandatangani oleh pengusaha
dan/atau pimpinan perusahaan yang bersangkutan.
Pasal 149
(1)
Pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dan instansi yang bertanggung jawab
di bidang ketenagakerjaan yang menerima secara langsung surat pemberitahuan
penutupan perusahaan (lock out) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 harus
memberikan tanda bukti penerimaan dengan mencantumkan hari, tanggal dan jam
penerimaan.
(2)
Sebelum dan selama penutupan perusahaan (lock aut) berlansung, instansi yang bertanggung
jawab dibidang ketenagakerjaan berwenang langsung menyelesaikan masalah yang
menyebabkan timbulnya penutupan perusahaan (lock aut) dengan mempertemukan dan
merundingkan dengan para pihak yang berselisih.
(3)
Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) menghasilkan kesepakatan,
maka harus dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh pihak dan pegawai
dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagai saksi.
(4)
Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak menghasilkan kesepakatan,
maka pegawai dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
segera menyerahkan masalah yang menyebabkan terjadinya penutupan perusahaan
(lock out) kepada lembaga menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
(5)
Apabila perundingan tidak menghasilkan kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam
ayat empat (4), maka atas dasar perundingan antara pengusaha dan serikat pekerja/serikat
buruh, penutupan perusahaan (lock aut) dapat diteruskan atau dihentikan untuk
sementara atau dihentikan sama sekali.
(6)
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat (1) dan ayat (2) tidak diperlukan
apabila ;
a.
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh melanggar prosedur mogok sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 140;
b.
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh melanggar ketentuan normataif
yang ditentukan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja
bersama, atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2
BAB
XII
PEMUTUSAN
HUBUNGAN KERJA
Pasal
164
(1)
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena
perusahaan tutup yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian secara terus
menerus selama 2 (dua) tahun, atau keadaan memaksa (force majeur), dengan ketentuan
pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal
156 ayat (2) uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal
156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
(2)
Kerugian perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dibuktikan dengan
laporan keuangan 2 (dua) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.
(3)
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena
perusahaan tutup bukan karena mengalami kerugian 2 (dua) tahun berturut-turut atau
bukan karena keadaan memaksa (force majeur) tetapi perusahaan melakukan
efesiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 2
(dua) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1
(satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4).
Pasal 165
Pengusaha
dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena perusahaan
pailit, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu)
kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja sebesar 1 (satu)
kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan
Pasal 156 ayat (4).
3
BAB
XII
PEMUTUSAN
HUBUNGAN KERJA
Pasal
156
(1)
Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang
pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang
seharusnya diterima.
(2)
Perhitungan uanga pesangon sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling sedikit
sebagai berikut :
a.
masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;
b.
masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua)
bulan upah;
c.
masa kerja 2 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3
(tiga) bulan upah;
d.
masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4
(empat) bulan upah;
e.
masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5
(lima) bulan upah;
f.
masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam)
bulan upah;
g.
masa kerja 6 (enam) atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh)
bulan upah;
h.
masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang darai 8 (delapan) tahun, 8
(delapan) bulan upah;
i.
masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
(3)
Perhitungan uanga penghargaan masa kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan sebagai berikut :
a.
masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua)
bulan upah;
b.
masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3
(tiga) bulan upah;
c.
masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas)
tahun, 4 (empat) bulan upah;
d.
masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas)
tahun, 5 (lima) bulan upah;
e.
masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan
belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
f.
masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh
satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
g.
masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua
puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
h.
masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh) bulan upah.
(4)
Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) meliputi :
a.
cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b.
biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana
pekerja/buruh diterima bekerja;
c.
pengganti perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas
perseratus) dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang
memenuhi syarat;
d.
hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama.
4
BAB
XVI
KETENTUAN
PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF
Bagian Pertama
Ketentuan Pidana
Pasal 188
(1) Barang
siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2),Pasal 38
ayat (2), Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111
ayat (3), Pasal 114, dan Pasal 148,
dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp. 5.000.000,00 (lima juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2) Tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana pelanggaran
Pasal
189
Sanksi
pidana penjara, kurungan, dan/atau denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha
membayar hak-hak dan/atau ganti kerugian kepada tenaga kerja atau pekerja/buruh.
Kesimpulan :
Berdasarkan
pembahasan contoh kasus dan undang-undang tenaga kerja yang telah dicantumkan
di atas. Maka perusahaan Livatech Elektronik Indonesia dianggap telah melanggar
beberapa undang-undang tenaga kerja Indonesia no 13 tahun 2003.
Pelanggaran
pertama adalah mengenai pasal penutupan perusahaan. Sesuai dengan pasal 148
seharusnya pihak perusahaan memperbincangkan mengenai keadaan keuangan perusahaan.
Pihak perusahaan harus secara terbuka menyampaikan bagaimana keadaan
perusahaan. Apakah masih dalam keadaan menguntungkan atau mengalami kerugian /
bangkrut. Dimana penyampaian tersebut harus dilakukan minimal tujuh hari
sebelum dilakukannya penutupan melalui tertulis kepada pekerja/buruh dan/atau
serikat pekerja/serikat buruh, serta insntansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan yang berisi waktu (hari, tanggal dan jam) dimulai dan diakhiri penutupan
perusahaan (lock aut) dan alasan serta sebab-sebab melakukan penutupan
perusahaan (lock aut). Dan pemberitahuan juga ditandatangani oleh pengusaha
dan/atau pimpinan perusahaan yang bersangkutan serta diterima pihak karyawan
dengan tanda terima yang berisi waktu ( hari, tanggal, dan jam ) penerimaan.
Dalam
proses penutupan perusahaan juga dicantumkan dalam pasal 164 bahwa perusahaan
dapat ditutup karena merugi minimal selama dua tahun dan kerugian perusahaan
sebagaimana dimaksud tersebut harus dibuktikan dengan laporan keuangan 2 (dua)
tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik.
Selain
melakukan pemberitahuan kepada pihak karyawan. Sebelum perusahaan ditutup,
pihak perusahaan harus terlebih dahulu melakukan perundingan dengan pihak
karyawan secara terbuka. Dimana dalam hal ini pihak perusahaan Livatech
Elektronik Indonesia tidak melakukan proses sesuai undang-undang yang mengatur
mengenai hal tersebut.
Apabila
perundingan telah mencapai kesepakatan kedua belah pihak maka terdapat
kewajiban yang harus dipenuhi pihak perusahaan terhadap karyawan yang akan
dirumahkan atau dilakukan Pemutusan Hubungan Kerja ( PHK ) yang tercantum pada
pasal 165 yang memuat mengenai dengan ketentuan pekerja/buruh berhak atas uang
pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan
masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang
penggantian hak sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (4).
Dan
pihak perusahaan wajib memberikan imbalan gaji pada karyawan yang meliputi satu
kali uang pesangon, satu kali uang penghargaan
masa kerja dan uang penggantian hak. Pemberian imbalan tersebut disesuaikan
dengan gaji bulanan dan tunjangan setiap bulan karyawan dan masa kerja.
Mengenai penghitungan hak karyawan dalam memperoleh tunjangan PHK ( Pemutusan
Hubungan Kerja) ini tercantum pada pasal 156 ayat (1) satu, (2) dua dan (3)
tiga.
Pihak
perusahaan juga dapat dijatuhan sanksi pidana apabila tidak memenuhi ketentuan
pasal 148, yakni dikenakan
sanksi pidana denda paling sedikit Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan
paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Hal ini telah
ditentukan pada pasal 188.
TUGAS
AKHIR
MATA
KULIAH
UNDANG-UNDANG
TENAGA KERJA
Disusun
Oleh
Nama : Irawati Damanik
NPM : 10900039
FAKULTAS
PSIKOLOGI
UNIVERSITAS
HKBP NOMMENSEN
MEDAN
2013
/ 2014